Wednesday, February 18, 2009

PROGRAM PENDIDIKAN JARAK JAUH

PROGRAM PENDIDIKAN JARAK JAUH:
DAPATKAH DIJADIKAN SEBUAH ALTERNATIF PENGEMBANGAN PROGRAM PENDIDIKAN ?

Oleh: Ida Anggraeni Ananda

Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang meningkat dan perkembangan ekonomi serta teknologi, membawa dampak perubahan dalam pendidikan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Contoh inovasi yang mengiringi perubahan tersebut adalah dengan dibukanya kelas internasional, dibukanya cabang institusi besar di beberapa negara, diversifikasi bidang ilmu yang diselenggarakan sesuai minat komunitas lokal, dll.

Apapun bentuk program yang diselenggarakan, syarat utama agar program-program tersebut memenuhi kebutuhan/selera pasar adalah masalah ketersediaan dan kemudahan akses. Namun hal ini bukanlah tanpa kendala. Kendala terbesar adalah masalah biaya sebagai contoh pasar di suatu tempat membutuhkan adanya program studi tertentu misalnya teknologi informasi tetapi institusi pendidikan lokal tidak memiliki program tersebut. Biaya tinggi tersebut diakibatkan oleh komponen-komponen seperti Sumber Daya Manusia yang harus didatangkan dari daerah lain, sarana prasarana, penyerapan teknologi (melalui pelatihan-pelatihan dll), perawatan/operasional, dll.

Teknologi komunikasi yang semakin pesat dan murah dapat dijadikan salah satu alternatif solusi untuk memecahkan permasalahan di atas. Pada contoh di atas permasalahan dapat diatasi dengan pendidikan jarak jauh dengan mengurangi frekuensi tatap muka. Hal ini pernah dilakukan di Indonesia melalui Universitas Terbuka, tetapi pada prakteknya program ini juga tidak terlepas dari kekurangan. Pada tulisan kali ini akan coba dibahas apakah pendidikan jarak jauh dapat dijadikan alternatif bagi pengembangan program pendidikan.
Apakah Itu Pendidikan Jarak Jauh ?
Banyak pemahaman tentang konsep pendidikan jarak jauh, diantaranya adalah sebagai berikut:
Sheery L dalam Issues In Distance Learning mengutip pendapat Perraton (1988), Jonassen (1992), Keegan (1986), Garrison and Shale (1987), bahwa Pendidikan Jarak Jauh (Distance Education/Distance Learning) adalah sebuah program pendidikan yang ditekankan pada terpisahnya antara pengajar/instruktur dengan siswa bedasarkan jarak dan waktu. Kontrol berjalannya program tersebut ada di tangan siswa daripada instruktur, tidak adanya kedekatan komunikasi antara pengajar/instruktur, yang diselenggarakan melalui media cetak atau beberapa bentuk teknologi.

Menurut De Anza College San Franscison oleh Watkinss (1993) pendidikan jarak jauh berarti proses belajar mengajar yang diadakan terpisah antara pengajar/instruktur dan siswa selama proses pengajaran.Mereka dihubungkan melalui media indtruksional dan memungkinkan pendidikan tersebut diadakan melalui proses interaksi. Banyak jenis teknologi, beserta pendekatan dan tekniknya yang mungkin digunakan untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar. Tatap muka dapat saja dijadikan bagian dalam pendidikan jarak jauh. Umpan balik dapat langsung diterima (real time) atau ada penundaan masa waktu (non real time)

Berdasarkan kedua konsep tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Jarak Jauh memiliki ciri sebagai berikut:
1. Jarak terpisah
2. Proses interaksi bermedia
3. Umpan baliknya langsung/tertunda (real time/non real time)
4. Kemandirian siswa tinggi

Tim Pendukung Kesuksesan Program Jarak Jauh
Tampaknya perbedaan antara pendidikan jarak jauh dengan program pendidikan yang biasa diselenggarakan (tatap muka) adalah masalah jarak/kedekatan. Namun disamping ciri, ada filosofi yang perlu dipahami dan diterapkan dalam pendidikan jarak jauh ini yaitu model instruksional bukan hanya cara informasi dikomunikasikan kepada siswa, tetapi yang terlebih penting adalah bagaimana siswa dapat menyerap serta mengembangkan pengetahuan baru dari informasi-informasi yang disampaikan. Filosofi tersebut memiliki konsekuensi logis bahwa sebuah program pendidikan jarak jauh harus dikelola secara serius (sama halnya dengan program pendidikan tatap muka) karena yang utama dalam program tersebut bukan hanya masalah pilihan teknologi/media apa yang digunakan. Sherry L mengutip pendapat Mc Nabb (1994) bahwa keberhasilan program pendidikan jarak jauh melibatkan interaksi antara pengajar/instruktur dan siswa, antara siswa dengan lingkungan belajar, antara siswa dengan dirinya sendiri seperti halnya belajar aktif dalam kelas.

Untuk mendukukung keberhasilan program, perlu diterapkan langkah proses pengembangan mulai dari mendesain sistem, pengembangan, evaluasi dan revisi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengembangan program ini adalah pengembangan tujuan, kebutuhan, karakteristik dosen dan siswa, pokok pengajaran yang dibutuhkan (isi) dan kendala teknis. Revisi harus selalu dilakukan berdasarkan masukan dari instruktur, narasumber/pakar materi ilmu tertentu dan masukan dari siswa. Hal ini dilakukan terus menerus sehingga program yang dilakukan tetap berada di jalurnya dan relevan.Tampak jelas bahwa keberhasilan program ini sangat diperlukan dukungan semua pihak yaitu Pengajar, Fasilitator dan Siswa Itu Sendiri.
Dukungan dari pihak Pengajar.
Pengajar sebagai narasumber dalam program pendidikan jarak jauh ini diharapkan memiliki kualifikasi sebagai berikut: Memiliki pengalaman dalam bidang ilmu dan secara fungsional memadai, memiliki kompetensi dalam bidang ilmu yang diajarkan, sudah dilatih untuk program jarak jauh yang efektif, bertanggungjawab terhadap pengembangan materi kuliah/belajar, menyiapkan rencana belajar, memproduksi media dan sumber belajar, memilih materi pendukung, menyampaikan pengajaran secara efektif, menentukan frekuensi tatap muka serta menentukan cara dan bentuk evaluasi/penilaian.

Dapat dilihat bahwa pengajar pada program ini seharusnya memiliki kemampuan mengorganisir yang lebih baik daripada pengajar biasa. Syarat utama yang perlu diperhatikan adalah kemampuannya dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi serta kemampuan presentasi. Oleh karena itu konsekuensi bagi institusi pendidikan tinggi yang ingin membuka program ini harus mempertimbangkan program pelatihan bagi pengajar-pengajar dalam upaya memenuhi persyaratan di atas.

Schlosser & Anderson (1993) dalam Sherry L, Issues in Distance Learning mengidentifikasi bahwa beberapa ketrampilan baru yang harus dimiliki para pengajar jarak jauh adalah: memahami filosofi pendidikan jarak jauh, identifikasi karakteristik siswa, mendesain dan mengembangkan bahan-bahan studi interaktif yang mudah diakses orang (menguasai berbagai macam teknologi sehingga dapat menjangkau segala jenis kemampuan siswa), mampu mengadaptasi strategi pengajaran jarak jauh, mampu mengorganisir sumber belajar dalam suatu format yang cocok untuk belajar mandiri, terlatih dalam menggunakan sistem informasi dan telekomunikasi, terlibat dalam organisasi kampus termasuk dalam perencanaan dan pengambilan keputusan (secara akademik), mampu mengevaluasi siswa tidak hanya pencapaian secara kognisi saja tetapi sampai ke tingkat afeksi, memiliki pengetahuan tentang hak cipta.
Dukungan dari fasilitator
Fasilitator adalah perpanjangan tangan dari pengajar, meskipun seorang fasilitator bukan harus seorang pengajar. Tanggungjawabnya adalah memotivasi dan mendorong siswa jarak jauh, membuat siswa tetap antusias dan memelihara disiplin kelas, ia juga bertanggungjawab terhadap berfungsinya peralatan, membantu siswa dalam interaksi, mengelola arsip dan dokumen belajar mengajar, membantu pengajar dalam hal membuat komunikasi on line, mengirim fax, mengatur tugas, dll.

Sherry L, Issues in Distance Learning mengutip dari Schlosser & Anderson (1994) yang mengemukakan bahwa secara umum seorang fasilitator minimal adalah lulusan sarjana dari bidang ilmunya, dapat juga seorang pengajar pemula (asisten ahli) atau seorang staf biasa dengan pengalam an kerja memadai yang memiliki penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, fasilitator dipilih karena latar belakang pendidikan, ketersediaan waktu, memilki kemampuan mengajar.

Masih oleh penulis yang sama Sherry L, Issues in Distance Learning mengatakan bahwa Talab & Newhouse (1993) mengidentifikasi beberapa pertimbangan kualifikasi seorang fasilitator: mampu membedakan antara memfasilitasi program jarak jauh dengan mengajar, mampu mempersiapkan proses belajar mengajar, penjadwalan, logistik kelas, dan tanggungjawab-tanggungjawab lain. Di samping itu dikutip pula dari ACOT (Apple Classrooms Of Tommorrow, 1992) yang menambahkan bahwa seorang fasilitator harus mampu mengelola dinamika kelas, dapat menangani masalah teknis, memahami perilaku siswa, bertanggungjawab terhadap lingkungan fisik. Oleh karena itu seorang fasilitator harus dilatih untuk mengoperasikan peralatan, mampu mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam proses belajar mengajar, dll
Dukungan dari Siswa
Alasan siswa memilih program pendidikan jarak jauh adalah karena kesibukannya serta ketersediaan program (seperti telah dicontohkan dalam latar belakang) sehingga mereka tidak dapat datang ke kampus secara reguler. Ada juga yang tertarik dengan program ini karena alasan kemandirian, mereka menikmati belajar secara mandiri yang menjadikan mereka lebih termotivasi dan memiliki kemampuan belajar.

Sebagai peserta aktif dalam proses belajar mengajar, perilaku siswa juga harus berubah, siswa harus mengubah perilaku dan pandangannya tentang belajar sebagai siswa jarak jauh dibandingkan dengan pandangan dan perilakunya sebagai siswa dalam program biasa. Mereka harus mau dan mampu menerima instruksi pengajaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Salomon (1990), ditemukan bahwa usaha mental dimana seorang siswa terlibat dalam proses belajar tergantung pada persepsinya terhadap faktor media dan pesan serta kemampuan untuk menyimpulkan sesuatu.
Pemanfaatan Media Dalam Program Pendidikan Jarak Jauh
Adopsi Teknologi
Pembelian dan perawatan peralatan-peralatan termasuk pelatihan bagi pengajar dan fasilitator untuk menggunakan teknologi secara efektif tidak menjamin sebuah program jarak jauh akan berhasil. Masih banyak faktor lain yang berpengaruh, seperti misalnya peralatan yang mudah dioperasikan dan tradisi hirarkhi serta birokrasi yang berubah karena teknologi baru. Pada kenyataannya banyak pengajar yang kurang menguasai teknologi karena mereka adalah pengajar (lebih menitik beratkan pada pengembangan potensi akademik daripada memotivasi dirinya untuk mengoperasikan alat dan meningkatkan kemampuan manajerial/minimal dalam hal pengelolaan kelas). Sukses tidaknya inovasi teknologi pada institusi/kampus sangat dipengaruhi oleh iklim sosial organisasi tersebut, dan paradigma harus diubah menjadi pemberian otoritas yang lebih besar kepada pengajar.
Pemilihan Media Program Jarak Jauh
Dalam De Anza Distance Learning Centre dikatakan bahwa pada umumnya, cara penyampaian program pendidikan jarak jauh dikategorikan ke dalam enam tipe:
1. Menggunakan bahan-bahan cetakan (printed materials)
2. Telecourses, rekaman program dengan menggunakan video yang diproduksi sendiri maupun oleh agensi tertentu yang dapat disiarkan melalui chanel televisi tertentu (misal program pendidikan di TPI pada waktu lalu)
3. Teleclasses, perkuliahan yang dilakukan secara interaktif (live program) melalui televisi atau teknologi informasi (misalnya melalui teleconference). Siswa dapat menelepon atau menghubungi pengajar untuk berinteraksi.
4. Videocourse, materi dapat dipelajari melalui rekaman dalam video, CD Rom, kaset, dll
5. Mediacourse, kombinasi beberapa komponen seperti CD Rom, artikel majalah/jurnal yang dapat dihubungkan dengan sumbernya langsung (misalnya for further information, contact us at email, call us toll free, hyperlink with, ) atau yang dikenal dengan computer assisted learning. Perbedaannya dengan video course, videocourse hanya merupakan rekaman program saja tanpa ada fasilitas hubungan langsung dengan sumber.
6. Online course, membutuhkan peralatan email dan world wide web
Kesimpulan
Melihat uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apakah program jarak jauh dapat dijadikan alternatif pendidikan sangat tergantung kepada kesiapan Sumber Daya Manusia termasuk mengubah mind set SDM yang terbiasa dengan pola mengajar tatap muka menjadi jarak jauh, ketersediaan fasilitas, adaptasi teknologi dan perawatan peralatan, ketersediaan biaya, rangkaian persiapan proses belajar mengajar yang sangat kompleks serta kesiapan siswa. Ada kemungkinan kendala yang muncul dari sudut pandang siswa yaitu bisa jadi tidak tersedianya teknologi di tempat siswa berada.


Sumber
Internet
Feenberg Andrew, Distance Leraning:Promise or Threat, Crosstalk,Winter, 1999

Sherry L, Issues in Distance Learning, International Journal on Educational
Telecommunication, - , 1995

Katalog
De Anza Distance Learning Centre, Sillicon Valley, San Franscisco Bay, 2002

2 comments: